Rabu, 01 Juni 2011

Yuk Belajar Dari Kuba!

Tugas Mandiri 2 kemarin 'memaksa' saya untuk mencari sistem-sistem kesehatan beberapa negara di dunia. Tak ayal ini membuat saya membandingkan dengan yang terjadi di Indonesia. Hasilnya? Saya cuma bisa meringis, sambil berkhayal mungkin nanti Indonesia bisa seperti 'mereka'.

Menjadi menarik ketika googling saya melihat materi yang disajikan Ede Surya Darmawan (dosen FKM UI dalam seminar Strategi Pelayanan Kesehatan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan untuk Mewujudkan Indonesia Sehat 2010 di FIKES UHAMKA Juni 2005) seputar sistem kesehatan di Kuba. Kuba yang saya tahu adalah sebuah negara miskin yang berada dibawah kekuasaan Fidel Castro. Cukup terkejut ketika faktanya sistem kesehatan mereka jauh lebih baik dibandingkan dengan Indonesia. Kaget. Tapi tak lama, saya jadi memutar otak, apa paradigma saya yang salah seputar Kuba? Saya pun langsung membuka wikipedia, untuk mengetahui kondisi Kuba secara umum.
Kuba merupakan salah satu negara di kawasan Amerika Tengah yang memiliki wilayah seluas 110,860 km2 dengan jumlah penduduk 11.177.743 jiwa (sensus 2002). Produk domestik bruto (pendapatan nasional) Kuba sendiri 'hanya' sebesar US$ 33,92 milyar. Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki pendapatan nasional sebesar US$ 909 milyar. Walaupun begitu, persentase anggaran dana kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Kuba, jauh lebih besar (12%) dibandingkan dengan Indonesia yang hanya menganggarkan kurang dari 2%. Naas. Mengingat pendapatan nasional kita jauh lebih besar dibandingkan dengan Kuba. Padahal WHO menyarankan bahwa  dana kesehatan suatu negara itu minimal 5% dari pendapatan nasional.
Secara konsep, sistem kesehatan di Kuba tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Namun, memang di Kuba sistem tersebut terorganisir dengan sangat baik, sehingga memberikan hasil yang maksimal. Perlu diketahui bahwa expectancy of life (angka harapan hidup) Kuba berada dikisaran 76-80 tahun, berbeda dengan Indonesia yang hanya sekitar 65-69 tahun. Selain itu, infant mortality rate (angka kematian bayi) serta mother mortality rate (angka kematian ibu) yang merupakan indikator kualitas kesehatan suatu wilayah, Kuba sangat jauh di bawah Indonesia. Sekedar info, IMR dari Kuba hanya sekitar 6,4 :1000 kelahiran (lebih baik dari USA) dan MMR-nya hanya sekitar 41:100.000 KH. Kontras dengan Indonesia yang IMR-nya mencapai 46:1000 dan MMR-nya mencapai 350:100.000. Kuba sendiri sejak puluhan tahun yang lalu telah mendeklarasikan diri terbebas dari kasus-kasus infeksi dan menular seperti, cacar, malaria, campak, DBD, tetanus, polio.
Sistem Kesehatan di Kuba sendiri terdiri atas 3 tingkatan, primary health care, secondary health care dan tertiary health care.

Primary Health Care
Atau pelayanan kesehatan primer ini bertumpu pada dokter keluarga. Dimana setiap dokter keluarga akan menangani 100-150 keluarga. Untuk menjaga kualitas dokter keluarga, setiap 10 dokter keluarga akan ditempatkan di Kantor Satuan Tugas Dokter Keluarga, yang di dalamnya berisi 3 dokter spesialis (2 internist dan 1 ginekologist) serta 1 pekerja sosial (kader). Dimana dokter spesialis tersebut dapat mengawasi kinerja dari setiap dokter-dokter keluarga yang notabene-nya adalah seorang dokter umum. Fungsi dokter keluarga sendiri lebih pada penyuluhan, pencegahan, terapi sederhana, serta kesehatan lingkungan.
Struktur tertinggi pelayanan primer Kuba sendiri berada ditangan poliklinik (semacam puskesmas). Poliklinik ini akan melayani sekitar 40.000 penduduk. Fungsi dari poliklinik lebih kompleks dibandingkan dengan dokter keluarga, yaitu sebagai pusat promosi kesehatan, pencegahan, terapi dan rehabilitasi suatu penyakit, serta penanganan pertama kasus-kasus emergensi. Ini dikarenakan poliklinik merupakan rujukan dari dokter keluarga. Hal tersebut tentunya ditunjang dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di poliklinik. Kontras dengan 'puskesmas' yang ada di Indonesia, poliklinik di Kuba ini, memiliki ketersediaan alat medis yang cukup lengkap. Kemampuan pemerintah Kuba dalam menyediakan sarana dan prasarana ini memang tak lepas dari produsennya yang berasal dari dalam negeri. Hal ini tentunya dapat meminimalisir dana yang dikeluarkan. Selain itu, pengecekkan secara berkala oleh tenaga elektro medik mengakibatkan alat-alat kesehatan tersebut dapat bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama. Ini pula lah yang menyebabkan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma.

Pelayanan Kesehatan Rujukan : Secondary dan Tertiary Health Care
Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan sekunder maupun tersier. Hal ini tergantung pada tingkatan rumah sakitnya. Pelayanan rawat inap serta penanganan kasus rujukan dari poliklinik, merupakan tugas dari rumah sakit yang berada dibawah pemerintah provinsi atau kota. Sedangkan kasus rujukan dari rumah sakit provinsi atau kota akan ditangani oleh rumah sakit nasional, yang merupakan pelayanan kesehatan tersier. Selain itu, pelayanan kesehatan tersier ini juga menjadi pusat penelitian di bidang kedokteran. Baru-baru ini Centro de Immunologia Molecular (pusat penelitian biologi molekular di Kuba) sudah mengklaim telah menemukan vaksin pembunuh kanker paru-paru (CIMAVAX-EGF).

1 komentar:

  1. Kuba merupakan contoh negara "paradoks" antara pendapatan dan kualitas hidup masyarakat. Umumnya hubungan pendapatan dan kualitas hidup masyarakat sifatnya berbanding lurus, semakin tinggi pendapatan semakin baik kualitas hidup. Namun Kuba justru hal tersebut tidak berlaku. Masyarakat Kuba umumnya memiliki pendapatan rata 20 dolar per bulan. Jika dibandingkan dengan standar "hidup layak" PBB, orang dengan pendapatan kurang dari 1-2 dolar saja perharinya sudah dianggap hidup dibawah garis kemiskinan. Jika seseorang punya pendapatan 1 dolar per hari anggap 1 bulan dia mendapatkan 30 dolar, berarti indikator PBB tersebut jelas tidak berlaku bagi masyarakat Kuba karena rata-rata orang Kuba berpendapatan sekitar 20 dolar per bulan!! Kok bisa?jawabannya karena pemerintah Kuba sukses mengendalikan harga barang-barang kebutuhan pokok, jadi angka "20 dolar" saja sudah dapat dipakai untuk membeli berbagai barang-barang kebutuhan sehari-hari. Ini upaya yang sangat hebat mengingat Kuba masih ditekan dengan hebat oleh embargo yang sangat keras dari Amerika Serikat selama lebih dari setengah abad, yaitu embargo terlama di dunia dibanding negara manapun, namun Kuba berhasil mengubah ancaman menjadi peluang. Berkat embargo pula Kuba berhasil swasembada obat-obatan, dan sekarang sedang berjuang swasembada pangan secara nasional. Kuba berhasil menjadi negara mandiri dengan ekonomi yang stabil. Berkat usaha pemerintahnya yang sangat gigih di Kuba tidak pernah terjadi ledakan harga barang-barang kebutuhan pokok (bandingkan dengan di negara lain termasuk Indonesia), inflasi di Kuba hanya berkisar 5 persen, angka yang sangat wajar. Bandingkan dengan negara lain yang pernah atau sedang di embargo. Contoh Iran akibat program nuklirnya dijatuhi embargo oleh AS, total sudah lebih dari 32 tahun Iran diembargo sejak revolusi islam di negara itu tahun 1979 namun Iran mengalami tekanan inflasi hingga kisaran 30-40 persen. Atau Nikaragua dulu tahun 1981 diembargo AS, hanya dalam kurun waktu 2-3 tahun inflasi sudah mencapai 14.000 persen!!! Itulah uniknya Kuba, "miskin" secara ekonomi namun unggul dalam kesejahteraan sosial dan yang perlu menjadi catatan hanya Kuba satu-satunya negara yang mampu mewujudkan hal itu dengan "kondisi khusus" seperti itu. Kehidupan masyarakat Kuba merupakan kombinasi kesederhanaan dengan kualitas hidup layaknya masyarakat di negara-negara Eropa

    BalasHapus